Fenomena yang
terjadi saat ini, sebagian besar masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya yaitu dengan menggadaikan barang. Jika
kita cermati, banyak sekali kantor pegadaian yang ada dan tersebar di sekitar
tempat tinggal, baik yang resmi dari pemerintah maupun swasta. Banyak program
yang mereka tawarkan kepada masyarakat antara lain menggadaikan aset untuk mendapatkan
pinjaman sejumlah uang, pegadaian emas, nabung emas, arisan emas dan lainnya.
Namun,
bagaimana sih sebenarnya hukum gadai dalam Islam itu?
Sebelumnya
gadai dalam sistem ekonomi
syariah disebut dengan istilah rahn. Secara etimologi, rahn berarti tetap,
kekal dan jaminan. Azhar Basyir
menyebutkan bahwa rahn adalah perbuatan menjadikan suatu barang yang bernilai
menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan uang, yang mana dengan adanya benda
yang menjadi tanggungan tersebut seluruh atau sebagian utang dapat diterima. Ar
Rahn juga diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman
yang diterimanya. Barang yang ditahan adalah barang yang memiliki nilai
ekonomis. Dengan adanya barang tersebut pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Atau secara
sederhana, dapat disimpulkan bahwa rahn adalah jaminan hutang atau gadai.
Jadi, pada dasarnya hukum gadai dalam Islam adalah boleh,
sebagaimana dalam QS Al-Baqarah ayat 283 yang artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT tuhannya, dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.” ( Q.S Al-Baqarah:
283).
Para ulama juga menyepakati bahwasanya gadai dibolehkan dan
hal ini sudah dilakukan sejak zaman Nabi SAW sampai saat ini, selama gadai
tersebut dilakukan dengan memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut Sayyid Sabiq hal yang disyaratkan dalam rahn adalah berakal, baligh, barang yang
digadaikan ada pada saat akad dan barang tersebut diterima oleh murtahin atau wakilnya. Sedangkan
mayoritas ulama sepakat bahwa serah terima (qabadh)
merupakan syarat utama dalam akad rahn,
dan akad dikatakan sah apabila, serah terima dilakukan berdasarkan izin dari rahin, jika tidak mendapatkan izin, maka
akad tidak sah.
Lalu, para ulama
berpendapat bahwa rukun akad gadai diantaranya yaitu (1) Pelaku akad, yakni rahin (yang menyerahkan barang) dan murtahin (penerima barang); (2) Objek
akad, yakni marhun (barang jaminan)
dan marhun bih (pembiayaan); (3) Shigat, yakni ijab dan kabul.
Referensi: Pelajari Hukum Gadai Secara Islam Agar Terhindar Dari Riba, Mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unja (2018), Metrojambi.com
Oleh: Hanna Maryam Agustina