Bumi diprediksi mengalami rotasi lebih cepat dari biasanya selama bulan Juli hingga Agustus 2025, sebuah fenomena yang bertolak belakang dengan tren perlambatan rotasi yang umumnya terjadi seiring waktu. Meskipun perbedaannya hanya dalam hitungan milidetik, yakni sekitar 1,23 hingga 1,52 milidetik lebih pendek dari hari normal 24 jam, hal ini dianggap signifikan oleh para ilmuwan.
Beberapa hari terpendek yang diprediksi terjadi adalah pada 9 Juli, 10 Juli, 22 Juli, dan 5 Agustus 2025. Pada 9 Juli 2025, rotasi diperkirakan lebih cepat -1,23 milidetik, pada 10 Juli -1,36 milidetik, pada 22 Juli -1,34 milidetik, dan pada 5 Agustus -1,25 milidetik. Data 9 dan 10 Juli masih menunggu konfirmasi, sementara 22 Juli dan 5 Agustus adalah prediksi.
Secara langsung, manusia tidak akan merasakan perbedaan durasi hari yang sangat kecil ini. Namun, perubahan ini sangat penting bagi sistem teknologi presisi tinggi seperti navigasi satelit (GPS), komunikasi internasional, dan transaksi keuangan real-time, yang semuanya bergantung pada akurasi waktu tinggi berbasis jam atom. Ketidaksesuaian waktu dapat menyebabkan kesalahan sinkronisasi.
Fenomena percepatan rotasi Bumi bukanlah hal baru; rekor hari terpendek terus terpecahkan hampir setiap tahun sejak 2020. Pada 5 Juli 2024, Bumi menyelesaikan satu putaran penuh lebih cepat 1,66 milidetik dari waktu normal 24 jam, memecahkan rekor sebelumnya pada 29 Juni 2022 yang tercatat sekitar 1,59 milidetik lebih cepat. Rekor hari terpendek lainnya termasuk 19 Juli 2020 (-1,47 milidetik), 9 Juli 2021 (-1,47 milidetik), dan 26 Juli 2022 (-1,5 milidetik).
Penyebab pasti dari percepatan rotasi ini masih menjadi misteri bagi para ilmuwan. Leonid Zotov, peneliti rotasi Bumi dari Universitas Negeri Moskow, menyatakan bahwa fenomena ini datang tanpa diduga dan belum ada penjelasan ilmiah yang sepenuhnya dapat mengungkap alasannya. Judah Levine dari National Institute of Standards and Technology juga mengungkapkan kebingungannya, menyatakan bahwa tidak ada model atmosfer, laut, atau data geomagnetik yang dapat menjelaskan lonjakan kecepatan ini.
Beberapa teori yang berkembang menyebutkan bahwa perubahan ini mungkin dipicu oleh dinamika di dalam inti Bumi, redistribusi massa di permukaan planet seperti mencairnya es kutub, pergerakan lempeng tektonik (misalnya, gempa Jepang 2011 yang mempercepat rotasi 1,8 mikrodetik), hingga pola angin dan tekanan atmosfer. Posisi Bulan yang berada pada titik terjauh dari khatulistiwa Bumi juga disebut-sebut ikut memengaruhi percepatan rotasi karena melemahnya gaya pasang surut.
Biasanya, detik kabisat (leap second) ditambahkan untuk menyesuaikan perlambatan rotasi Bumi dan menjaga waktu atom tetap sinkron. Namun, sejak Juni 2025, International Earth Rotation and Reference Systems Service (IERS) menegaskan bahwa detik tambahan belum diperlukan. Bahkan, ada pembahasan mengenai kemungkinan penerapan "negative leap second" jika tren percepatan ini terus berlanjut, yang akan menjadi kali pertama detik kabisat negatif ditambahkan dalam sejarah.
Jabar Erat
Itqan Peduli